![]() |
IHSG Anjlok 1,7% di Awal Pekan, Saham Bank Besar Kompak Tertekan. (Foto: Freepik) |
NEXZINE.ID, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah tajam pada awal pekan, Senin (2/6), dengan penurunan sebesar 1,70% atau 121,63 poin ke level 7.054,18. Koreksi ini utamanya disebabkan oleh tekanan jual masif pada saham-saham sektor perbankan, baik bank konvensional maupun digital.
Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan aktivitas cukup tinggi, dengan nilai transaksi mencapai Rp13,74 triliun. Sebanyak 13,21 miliar saham berpindah tangan melalui 876.974 transaksi. Meski likuiditas meningkat, tekanan jual menyebabkan kapitalisasi pasar turun menjadi Rp12.256 triliun.
📉 Saham Bank Jadi Penekan IHSG
Menurut data RTI Business dan Stockbit, sejumlah saham bank besar mengalami koreksi signifikan:
- BRIS turun 7% ke Rp2.790
- BBRI turun 4,49% ke Rp4.250
- BMRI turun 4,25% ke Rp5.075
- BBNI turun 3,56% ke Rp4.330
- BBTN turun 3,98% ke Rp1.205
- BBCA turun 2,93% ke Rp9.125
- BNGA turun 1,97% ke Rp1.745
Bank digital juga tak luput dari tekanan:
- BBHI turun 1,35% ke Rp730
- BBYB turun 3,31% ke Rp234
- AMAR turun 2,99% ke Rp162
📊 Apa Penyebab Saham Bank Anjlok?
1. Aksi Ambil Untung (Profit Taking)
Investor melakukan realisasi keuntungan setelah saham-saham perbankan sebelumnya mencatat penguatan signifikan. BRIS dan BBRI menjadi contoh nyata koreksi teknikal akibat overbought.
2. Ketidakpastian Global
Sentimen pasar global terguncang oleh keputusan Pengadilan Perdagangan Internasional AS terkait tarif era Trump. Potensi kebijakan baru jika Trump kembali berkuasa turut menambah kekhawatiran investor global.
3. Ancaman Likuiditas dan Suku Bunga
Pernyataan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terkait penyesuaian bunga simpanan serta ekspektasi kenaikan suku bunga BI akibat tekanan inflasi menjadi ancaman bagi margin bunga bersih (NIM) perbankan.
📈 Aktivitas Pasar Masih Tinggi, Tapi Waspada Sentimen Luar
Meski IHSG tertekan, aktivitas investor menunjukkan minat pasar masih kuat. Namun, pelaku pasar disarankan tetap mencermati risiko eksternal seperti kebijakan moneter global dan geopolitik, serta melakukan diversifikasi portofolio untuk menghadapi volatilitas yang mungkin berlanjut.