TSOpTfOlBSdiBUOoGUGiBSOlBA==

Headline:

Ketegangan Iran-Israel Berpotensi Picu Lonjakan Harga Minyak, Ancaman Serius bagi Ekonomi Indonesia

Ketegangan Iran-Israel memicu lonjakan harga minyak dunia hingga 11%. Dampaknya, ekonomi Indonesia terancam pelemahan rupiah, beban subsidi BBM.

 

Ketegangan Iran-Israel Berpotensi Picu Lonjakan Harga Minyak, Ancaman Serius bagi Ekonomi Indonesia-nexzine.id
Dokumentasi Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah. (Foto: RRI)

NEXZINE.ID - Ketegangan geopolitik yang terus memanas di kawasan Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel, berpotensi menimbulkan guncangan besar terhadap stabilitas pasar energi global. Hal ini diungkapkan oleh Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, pada Senin (23/6/2025).

Menurut Yusuf, dampak paling signifikan dari eskalasi konflik ini terhadap Indonesia adalah risiko lonjakan harga minyak dunia. "Ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel, punya potensi memicu guncangan besar pada pasar energi global," ujarnya dikutip dari Antara.

Sebagai negara net importir minyak, Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan harga minyak mentah. Setiap kenaikan harga secara otomatis akan menambah beban biaya impor minyak nasional, memperlemah neraca perdagangan, dan memberikan tekanan tambahan terhadap kurs rupiah.

"Dalam kondisi seperti ini, investor cenderung menarik dananya dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, dan mengalihkannya ke aset safe haven seperti dolar AS atau emas. Pola ini sering kali berujung pada pelemahan kurs rupiah," jelas Yusuf.

Pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi memberikan dampak lanjutan pada sektor fiskal, khususnya terkait subsidi energi. Ketika harga minyak dunia naik dan rupiah melemah, harga keekonomian Bahan Bakar Minyak (BBM) pun melonjak. Jika pemerintah tetap menahan harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar, selisih harga tersebut harus ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui tambahan subsidi energi.

"Artinya, ruang fiskal menjadi semakin sempit, dan ini bisa mengganggu prioritas anggaran lain seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan," tambahnya.

Yusuf juga mengingatkan bahwa situasi ini serupa dengan dampak ekonomi global yang terjadi saat awal invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Ketika itu, lonjakan harga komoditas global dan ketidakpastian pasar keuangan turut memberikan tekanan berat terhadap subsidi energi nasional.

"Meskipun magnitudo konflik Iran-Israel saat ini belum sebesar invasi Rusia ke Ukraina, namun potensi dampaknya tetap signifikan. Karena kawasan ini merupakan poros utama pasokan energi dunia, pemerintah perlu mengantisipasi secara serius," tegas Yusuf.

Menurut laporan Anadolu Agency, harga minyak mentah global telah melonjak 11 persen dalam sepekan terakhir yang berakhir pada 19 Juni. Ketegangan yang meningkat antara Israel dan Iran mendorong kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan minyak dari Timur Tengah.

Harga spot minyak mentah Brent sebagai acuan global naik dari US$69,65 per barel pada 12 Juni 2025  sehari sebelum Israel melancarkan serangan terhadap target-target Iran — menjadi US$77,32 per barel pada 19 Juni 2025. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami kenaikan sebesar 11 persen dalam periode yang sama. Meski terjadi kenaikan, harga Brent saat ini masih sedikit di bawah rata-rata tahun 2024 sebesar US$80 per barel.

Situasi ini menunjukkan betapa rentannya perekonomian Indonesia terhadap dinamika geopolitik global, khususnya yang berkaitan dengan pasar energi. Pemerintah pun dihadapkan pada dilema antara menjaga stabilitas harga dalam negeri atau menanggung beban fiskal yang semakin berat.

Daftar Isi
Formulir
Tautan berhasil disalin