![]() |
| Ekonomi Indonesia Tetap Stabil di Tengah Negosiasi Tarif AS dan Ketegangan Geopolitik. (Foto: Ist) |
NEXZINE.ID - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menegaskan bahwa ekonomi Indonesia tetap stabil hingga triwulan II 2025, meskipun dunia sedang menghadapi ketidakpastian akibat dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya ketegangan geopolitik global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mewakili KSSK, mengatakan stabilitas ekonomi nasional masih terjaga di tengah dinamika global. Namun, ia menegaskan bahwa Indonesia tetap harus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi risiko lanjutan.
“Dengan telah tercapainya kesepakatan negosiasi tarif resiprokal AS dengan sejumlah negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia, KSSK menilai tetap diperlukan penguatan kewaspadaan serta respons kebijakan yang efektif,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (28/7/2025).
Waspada Risiko dan Performa Manufaktur
Meski situasi makroekonomi relatif stabil, KSSK mencermati beberapa indikator yang masih perlu perhatian, termasuk sektor manufaktur yang menunjukkan kontraksi. Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juni 2025 tercatat sebesar 46,9—berada di bawah ambang ekspansi.
“Perkembangan risiko rambatan juga perlu terus dicermati, termasuk kinerja sektor manufaktur yang masih menunjukkan kontraksi,” tambah Menkeu.
Untuk itu, pemerintah akan terus mendorong peran swasta melalui percepatan deregulasi dan optimalisasi program strategis seperti Danantara agar menciptakan multiplier effect lebih luas.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 5% di Akhir 2025
Dalam proyeksi terbarunya, KSSK memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 5,0% pada akhir 2025. Proyeksi ini didasarkan pada tetap kuatnya konsumsi masyarakat, daya beli, serta resiliensi sektor usaha yang terus tumbuh.
Selain itu, APBN juga berperan penting melalui fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
“Stimulus ekonomi, dorongan implementasi program strategis, serta bantalan untuk sektor yang rentan terus diberikan pemerintah,” ungkap Sri Mulyani.
Surplus Perdagangan dan Kebijakan Moneter Pro-Growth
Di sisi eksternal, kinerja ekspor Indonesia tetap solid. Hingga Mei 2025, neraca perdagangan mencatatkan surplus sebesar US$15,38 miliar. Sementara itu, dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan menjadi 5,25 persen serta melonggarkan likuiditas dan meningkatkan insentif makroprudensial untuk mendorong pembiayaan ke sektor prioritas.
Langkah Ke Depan: Perkuat Bauran Kebijakan dan Kerja Sama Global
KSSK menekankan pentingnya peningkatan bauran kebijakan fiskal-moneter untuk menjaga momentum pertumbuhan. Pemerintah juga akan terus menjajaki potensi kerja sama internasional, baik secara bilateral maupun multilateral.
“Respons bauran kebijakan ekonomi nasional akan terus ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” tutup Sri Mulyani.
