![]() |
| FIB Unej dan Asosiasi SINTAS gelar lokakarya "Gumuk: Sejarah, Ekologi dan Memori". (Istimewa) |
NEXZINE.ID, Jember – Di tengah riuhnya diskusi akademis, panggung utama dalam lokakarya "Gumuk: Sejarah, Ekologi dan Memori" justru direbut oleh aksi-aksi konkret dari komunitas akar rumput. Acara yang dihelat Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember dan Asosiasi Sejarah Lintas Batas (SINTAS) pada 7-9 Oktober 2025 lalu menjadi bukti bahwa penyelamatan lanskap Jember tidak lagi sekadar wacana, melainkan telah menjadi gerakan nyata yang digerakkan oleh warganya sendiri.
Inovasi datang dari berbagai penjuru. Komunitas Ajegeh Gumuk, misalnya, mempresentasikan platform digital ajegehgumuk.com, sebuah basis data terbuka yang mereka bangun untuk memetakan, mengarsipkan riset, dan mengumpulkan kisah warga tentang gumuk. Sementara itu, Mapensa (Mahasiswa Pecinta Alam Semesta) Faperta Unej membawa kisah inspiratif yang berbeda. Melalui iuran dana internal, mereka berhasil membeli satu gumuk untuk dikelola secara mandiri sebagai laboratorium alam sekaligus sumber pendanaan organisasi.
Ironi tentang nasib gumuk disampaikan dengan tajam oleh R.Z Hakim dari komunitas Sudut Kalisat. Ia mengungkap bagaimana batuan gumuk Jember memiliki kualitas ekspor tinggi hingga menjadi bagian dari infrastruktur global seperti rel kereta api dan bahkan Disneyland Jepang, namun di tanah kelahirannya justru ditambang secara masif. Sebagai bentuk perlawanan, Hakim menyatakan komunitasnya bertekad untuk membeli gumuk dan menyerukan kemungkinan moratorium aktivitas penambangan.
Inisiatif-inisiatif dari bawah ini mendapat respons hangat dari kalangan akademisi yang hadir, memicu lahirnya ide-ide kolaborasi yang kreatif. Akhmad Ryan Pratama, Kaprodi Pendidikan Sejarah FKIP Unej, menawarkan untuk mentransformasi narasi-narasi tersebut ke dalam bentuk komik agar lebih mudah diakses. Ide ini bersambut dengan Zahra dari Sekolah Sastra Anak (SSA) Jember, yang berencana mengolahnya menjadi cerita anak untuk pewarisan memori kepada generasi mendatang.
Semangat perlawanan dan kepedulian ini tidak hanya hidup di ruang diskusi. Pada hari kedua, para peserta melakukan ekskursi ke Kalisat untuk menyaksikan langsung realitas di lapangan. Dipandu warga lokal seperti Bapak Rasi, mereka melihat dengan mata kepala sendiri kontras antara gumuk yang masih perawan, gumuk yang luluh lantak oleh penambangan, dan industri rumahan yang mengolah batuannya. Perjalanan ini mengubah data dan cerita menjadi pengalaman nyata yang memperkuat tekad para peserta.
Pada puncaknya, lokakarya ini berhasil melebur berbagai inisiatif personal dan komunal menjadi sebuah agenda bersama yang lebih solid. Hari terakhir diisi dengan perumusan rencana tindak lanjut, di mana setiap pihak berkomitmen untuk berkontribusi, mulai dari kampanye media sosial hingga rencana ambisius menyusun naskah akademik versi masyarakat sipil. Acara ini sukses menjadi katalisator, mengubah energi perjuangan yang tersebar menjadi satu barisan kolektif yang siap menjaga gumuk Jember.***

